Tulisan: Dicari, Penulis Skenario yang Bertanggung Jawab
Tulisan ini diambil dari http://www.panyingkul.com/rssview.php?id=412 Dicari: Penulis Skenario yang Bertanggung Jawab :: Amrizal Muchtar :: |
Pengambilan gambar salah satu sinetron Indonesia. Foto: Istimewa. Citizen reporter Amrizal Muchtar yang baru-baru ini mengikuti workshop penulisan skenario di Jakarta, mengamati bahwa tidak sedikit orang yang serius menapaki karir di bidang ini, bahkan ada yang rela meninggalkan pekerjaannya. Juga tak sedikit yang merasa terpanggil dengan harapan mulia, agar bisa melahirkan program televisi yang berkualitas dan tidak melecehkan akal sehat penonton. Berikut laporannya. (p!) |
Kualitas program televisi di Indonesia memang memprihatinkan. Begitu banyak tayangan tidak bermutu hadir di televisi, dan salah satu yang kian mendapat sorotan adalah sinetron. Ketika sinetron religius naik daun, penonton disuguhi tayangan yang menampilkan pesan keagamaan yang justru menakutkan dan tak masuk akal. Ketika booming sinetron horor, segala rupa hantu dan mahluk halus pun bergentayangan dan makin melecehkan akal sehat penonton. Parahnya lagi, banyak sekali sinetron jiplakan yang beredar tanpa pengakuan bahwa karya tersebut dijiplak habis-habisan dari negara lain. Nah, pertanyaannya sekarang, bisakah program hiburan di dunia layar kaca kita dikembalikan ke jalan yang benar, dalam arti menayangkan karya yang menghibur, mendidik, dan mencerdaskan? Dalam workshop penulisan skenario yang berlangsung baru-baru ini di Jakarta, pertanyaan ini yang menjadi menjadi fokus utama sekaligus tantangan bagi 30 peserta yang hadir. Secara gamblang, jawaban untuk melahirkan program televisi berkualitas adalah dengan melahirkan penulis program televisi yang berkualitas pula. Tapi, berapa banyak penulis program televisi yang berkualitas yang tersedia? Workshop ini diadakan oleh LabTV, sebuah organisasi yang dikelola oleh Sony Set, penulis skenario yang telah lima tahun malang melintang di dunia pertelevisian serta telah menulis 100 skenario drama dan non-drama. Di dalam workshop ini Sony Set menyoroti dunia pertelevisian Indonesia yang penuh dengan jiplakan karya-karya dari luar negeri seperti Korea dan Taiwan. Dikatakannya, begitu banyak karya jiplakan yang tidak menuliskan keterangan bahwa karya tersebut merupakan saduran dari sinetron asing. Dan ini penyebabnya tidak terlepas dari kepentingan bisnis, yang semata mencari untung. “Pokoknya, nilai moral dan etika dalam berkarya tidak terlalu dipedulikan lagi dilibas oleh kepentingan kapitalisme. Yang penting bisa menghasilkan uang yang banyak.” tandas Sony. Produk yang memikirkan untung semata seperti ini, lanjutnya, tidak lagi memikirkan mutu yang baik. Selama workshop dua hari ini berlangsung, para peserta tidak hanya diajarkan teknik penulisan skenario, prospek karir sebagai penulis skenario, tapi juga diajak memikirkan tanggung jawab dan idealisme memajukan dunia pertelevisian melalu karya yang bermutu. Suasana ketika workshop berlangsung. Foto: Amrizal Muchtar. Bagi saya sendiri, yang juga menjadi hal menarik selama workshop adalah begitu bersemangatnya gairah belajar para peserta. Dengan membayar Rp350.000, setiap peserta memang tidak hanya mendapatkan pengayaan seputar dunia penulisan skenario, tapi selain itu mereka juga membawa bahan pemikiran, bahwa seandainya mereka ingin serius menggeluti profesi ini, ada misi pencerdasan penonton yang mesti selalu digarisbawahi. Kebutuhan sinetron di televisi Indonesia memang sangat tinggi, yakni mencapai 5.000 jam setiap tahunnya. Sementara jumlah penulis skenario yang tersedia sangat sedikit. Baru tercatat sekitar 50-an penulis skenario aktif dan tergabung dalam suatu ikatan penulis skenario resmi. Ini berarti, peluang untuk menjadi penulis skenario sangat terbuka lebar buat siapa saja, tak mengenal tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin. Selain peluangnya yang masih terbuka lebar, skenario itu ternyata sangat dihargai tinggi oleh media televisi. Kalau menulis artikel atau cerpen di media cetak, paling tinggi dihargai Rp500.000 –Rp.750.000. Sedangkan skenario sinetron yang berdurasi setengah jam dihargai minimal Rp3 juta. Untuk sinetron berdurasi satu jam ditaksir harganya sekitar Rp5-6 juta rupiah. Bila sinetron tersebut ratingnya tinggi, harganya tentu makin melambung. Bisa diambil contoh, untuk komedi situasi “Bajaj Bajuri” yang ratingnya melonjak tinggi, Aris Nugraha, penulis skenarionya, mendapatkan Rp100 juta per episodenya. Prospek yang menjanjikan dari profesi ini serta masih sedikitnya penulis skenario yang ada, yang antara lain menjadi motivasi peserta workshop. Dewi, peserta yang datang dari Surabaya mengatakan, “Saya memutuskan berhenti dari pekerjaan saya sebagai karyawan di Surabaya dan datang kemari untuk menjadi penulis skenario.” Di akhir workshop, para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk dari Komisi Penyiaran dan Komnas Perempuan, melontarkan tekad yang sama: menjadi penulis skenario profesional, menghasilkan karya-karya yang berkualitas, tidak seenaknya menjiplak, dan memajukan dunia pertelevisian. Semoga. (p!) *Citizen reporter Amrizal Muchtar dapat dihubungi melalui email muridhipokrates@telkom.net |
Comments