Kampanye Jangan Bugil di depan Kamera! Welcome to the Jungle!

Welcome to the Jungle!

Apakah Anda seorang wanita berpenampilan menarik? Cantik, sexy, pujaan para pria? Anda adalah calon korban berikutnya dari industri pornografi! Apakah Anda seorang lelaki ganteng? Terkenal? Digilai para wanita? Anda adalah calon aktor yang kelak akan dijadikan bintang film porno! Apakah Anda orang tua dengan anak-anak yang masih kecil? Mempunyai anak yang tumbuh sehat, namun Anda tidak sempat mengawasi perkembangannya? Berhati-hatilah, anak anda adalah calon mainan baru para fedofilia.

Dan apakah Anda sedang menjalin cinta dengan kekasih Anda? Anda seorang pelajar ataupun Mahasiswa? Sedang terbuai dengan rayuan gombal atas nama cinta dan pengorbanan? Percayalah, beberapa situs porno buatan lokal mau membayar Anda dan pasangan anda untuk beradegan sex, direkam dan disebarluaskan. Apakah Anda saat ini sedang kesulitan uang? Ingin membayar uang semester, biaya ujian, atau uang bulanan kost, namun tidak ada uang sepeserpun di kantong Anda? Bagaimana jika suatu saat Anda ditawari untuk bermain sex dengan wanita/pria yang tidak anda kenal dan dibayar jutaan rupiah untuk sebuah rekaman 30 menit?
Saya sedang tidak bercanda untuk menuliskan hal-hal di atas. Terus terang, saya mencoba menulis dengan kata-kata yang paling halus untuk menerangkan kondisi industri pornografi terkini di negeri yang indah ini. Tetapi saya tidak sanggup menahan semua data dan fakta yang saya dapatkan, betapa negeri kita sedang diincar oleh berbagai kekuatan industri sex dunia, dijadikan lahan yang subur, surga pornografi sejatinya.
Beberapa hari sebelum buku ini selesai ditulis, seorang teman menghubungi penulis dan menceritakan pengalaman barunya yang cukup mengejutkan. Kami bertemu di pinggiran kota Jogjakarta. Teman saya ini seorang mahasiswa semester akhir di sebuah universitas terkenal di kota ini. Tanpa saya pancing, ia menceritakan unek-uneknya :

“Mas, percaya nggak, beberapa waktu yang lalu, saya ditemukan dengan seseorang di sebuah kafe besar di Jogjakarta. Orang tersebut menawari saya uang dua juta rupiah untuk sebuah pekerjaan yang tidak pernah saya bayangkan, “ tutur teman saya tersebut dengan raut wajah serius.

“Pekerjaan apa? Dua juta rupiah itu lumayan besar lho untuk kelas mahasiswa?”

“Bukan begitu mas, lama pekerjaannya hanya satu hari. Tapi jenis pekerjaannya itu yang membuat saya bingung untuk menerimanya. Ia menawari saya sebagai pemeran pria film porno lokal!”

Saya tertegun diam demi mendengar pengakuan teman saya tersebut. Ditawari menjadi pemain film porno? Sudah sedemikian berkembangkah industri pornografi di negeri ini? Menjangkau kota-kota di daerah, menyebarkan jebakan dengan umpan uang ke setiap anak muda yang mereka temui. Lalu saya coba bertanya kembali ke teman saya tersebut.

“Kamu terima tawarannya?”

“Nggak lah mas. Saya memang butuh uang. Tetapi akal sehat saya masih jalan. Gila bener kan? Apa kata ayah ibu saya kalau tahu anaknya ini terkenal jadi pemain film porno?”

Saya tersenyum dan terdiam mendengarkan jawabannya. Syukurlah ada satu orang yang berhasil menahan diri, menolak sejumlah uang untuk pekerjaan yang ‘sangat enak’ tetapi memalukan. Tetapi apakah kita masih mampu bertahan bila godaan datang dari rayuan pacar kita? Kekasih dan orang yang paling kita sayangi? Mencoba mengajak berhubungan sex dan mendokumentasikannya dalam video berdurasi pendek?

Saya mencoba mendatangi beberapa kota di daerah Jawa tengah, mencoba berdialog dengan beberapa anak SMA dan Mahasiswa. Mereka sangat terbuka dalam berbicara, ceplas-ceplos dan tampak baik-baik saja. Kebetulan saya datang diundang sebagai pembicara dalam acara atau workshop menulis. Menulis apa saja, novel, skenario, puisi atau cerpen. Banyak sekali anak muda yang ikut serta dalam workshop ini, dan disela-sela rehat, biasanya saya gunakan untuk berdialog, mencari data yang saya butuhkan demi penyusunan buku ini. Dari beberapa responden yang saya dapat, hampir semuanya mengatakan bahwa mereka tahu soal kegilaan pembuatan video porno. Beberapa orang responden bahkan dengan bangga menunjukkan rekaman sex yang mereka buat bersama orang-orang terdekatnya (pacar dan sahabat!)

“ Kalau soal bikin film sex, itu soal biasa, mas! Nggak ada yang aneh. Ini saya punya, gimana? Cantik nggak? Dia ini pacar saya lho mas,” cerocos seorang mahasiswa yang kebetulan mengikuti sebuah sesi workshop penulisan.

Saya tercengang dan tidak dapat berkata-kata. Bangga? Saya hampir nggak percaya ketika anak-anak muda ini mengungkapkan perasaannya tanpa rasa bersalah. Hubungan sex di luar nikah mungkin fenomena yang sudah ‘biasa’ di negeri ini, tetapi membuat film sex amatir? Apalagi pelakunya (aktor) merangkap pembuat film sex itu sendiri? Saya hampir-hampir tidak percaya terhadap kenyataan ini. Kekagetan saya semakin bertambah ketika seorang pelajar SMU di sebuah kota kecil di Jawa Tengah memperlihatkan rekaman foto bugil dan video porno yang ia buat bersama dengan kekasihnya. Sekali lagi saya semakin miris, semakin gilakah anak muda negeri ini? Mereka lakukan semuanya tanpa rasa bersalah. Tidak ada lagi rasa penghormatan dan kasih sayang terhadap kekasih atau orang yang dicintainya. Hubungan sex dan teknologi instan telah mengubah mereka menjadi aktor-aktor mesum dalam waktu singkat.

Suatu hari di bulan Maret 2007, seorang remaja putri pernah mendatangi saya, ia masih berstatus pelajar SMU dan menceritakan kegundahannya :

“Mas, terus terang saya menyesal telah direkam tubuh saya pada saat, saya dan pacar saya ‘bermain cinta’. Sekarang saya sudah putus dengannya, tetapi saya takut, jika suatu saat dia menyebarkan rekaman itu. Saya takut mas…” keluh sang pelajar putri yang saya temui di sebuah sore.

Saya hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Jika semua sudah terjadi dan terlambat, saya tidak punya cukup kata-kata untuk sekedar bersumbang saran. Mereka-mereka yang telah melakukan, adalah korban,yang sampai saat ini kehilangan arah untuk memecahkan masalah. Mungkin mereka kelak akan semakin terjebak dalam arus pornografi, setelah dilecehkan dan dikecewakan. Stigma negatif dan sangsi moral akan bertubi-tubi menjadikan mereka tidak berdaya. Dan celakanya, tidak ada satu rumuspun yang bisa dipakai untuk menolong. Dengan kata lain, masa depan mereka sudah runtuh.

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Buku ini tercipta atas dasar keprihatinan dan sebagai jawaban kecil terhadap ratusan kasus video mesum di Indonesia. Sebuah alarm peringatan “sayup-sayup” terhadap kegilaan yang sedang dan sudah terjadi. Anda harus menyadarinya sebelum segalanya terlambat. Anda harus mau mengakuinya, bahwa kondisi anak muda kita sekarang terjebak dalam dunia pornografi. Pilihannya hanya satu dari dua kemungkinan : Bergerak atau Membiarkannya!
Yang harus kita lakukan tentu saja pertama kali adalah melindungi diri kita sendiri dan keluarga terdekat kita. Sadarlah bahwa industri pornografi telah bergerak mencari mangsa baru. Mereka bersembunyi dibalik setiap event, tayangan dan situs-situs internet. Yang mereka lakukan adalah :


1. Menciptakan calon-calon konsumen materi pornografi dengan cara mencekoki mereka dengan jutaan material pornografi dari internet.
2. Menciptakan gelombang gaya hidup bebas yang dipadu dalam dunia hiburan dan teknologi.
3. Menumbuhkembangkan keinginan untuk berpose seronok, berakting pornografi dan menjadi bintang porno instan. Di beberapa situs di Internet menawarkan sejumlah uang untuk setiap rekaman mesum yang anda buat dengan pasangan Anda.
4. Mencari calon-calon bintang porno baru dari kalangan anak muda.
5. Menjadikan Indonesia target pasar dan surga pornografi berikutnya.

Muara besarnya adalah industri sex itu sendiri yang kelak akan menyerap jutaan orang sebagai tenaga kerja dan ‘budal beliannya’. Tidak ada hal yang adil dalam bisnis industri sex. Perempuan adalah korban terbesar pertama, dan anak-anak adalah korban terbesar berikutnya.

Sebuah Cerita dari Tokyo

Bagaimana kita menyadari bila industri pornografi telah hadir sedemikian dekat dengan kita? Ribuan cerita bisa dijadikan acuan, dari cerita penculikan, penipuan, trafficking hingga kriminalitas kelas berat. Namun untuk membujuk dan membuat anak muda terjerat dalam dunia pornografi dapat kita pelajari dari sebuah cerita proses perekrutan yang sering dilakukan industri pornografi di Jepang. Dan ini salah satu kisah nyatanya:

Seorang gadis cantik masih berseragam sekolah. Membawa handphone dan beragam gadget terkini. Bias sinar matahari menyelubunginya tepat di daerah kota dekat stasiun Ikebukuro, lalu lalang para pekerja dan kesibukan kota membuatnya bak seorang bidadari muda ditengah keruwetan kota. Namanya Miyabi, gadis cantik dengan segala cita-cita, bermimpi mendapatkan karir menjadi bintang terkenal, dan dapat kuliah di Amerika Serikat sembari berjalan-jalan keliling dunia. Mimpi indah yang membutuhkan uang yang cukup banyak, sementara di kantongnya hanya ada 5 Yen, sisa uang jajan sekolah selama seminggu. Dan sebagaiman gadis remaja lainnya, Miyabi menyempatkan langkah berjalan ke pusat perbelanjaan Mitsukoshi, mencari barang obral, sale diskon tinggi dan pernak-pernik khas anak muda. Di suatu sudut, Miyabi melihat sebuah sesi pemotretan model, seorang fotografer tampan dan dua orang model cantik, tetapi salah kostum dan gaya. Dua Model yang bekerja tanpa hati, gaya yang diperlihatkan adalah artifisial dan setengah dipaksakan. Membuat sang fotografer kehilangan semangat, tiga dari sepuluh roll film dihabiskan, sisanya dimasukkan kembali ke tas. Miyabi mengamati kegiatan tersebut tanpa berkedip, ia hanya bisa tersenyum melihat pertengkaran terjadi akibat sang fotografer merasa kesal dengan tingkah modelnya yang kurang profesional.
“Siapa nama kamu?” Tiba-tiba saja sang fotografer berdiri tepat di hadapan Miyabi. Mulut Miyabi terkunc, sosok pria dengan seribu pesona dan sejuta pengalaman menghadapi wanita membuatnya luruh.
“Kamu cantik sekali, mau kamu menjadi model saya?”
Dan kejadian berikutnya laksana sebuah skenario film, Miyabi mengangguk dan menerima tawaran tersebut. Apalagi setelah rayuan maut sang fotografer mengatakan bahwa Miyabi mirip sekali dengan Miki Mai, artis jepang kelas papan atas yang menjadi bintang dunia.
“Lalu, apa yang harus saya lakukan berikutnya?” tanya Miyabi sedikit ragu.
“Kamu bisa terkenal dan kaya raya kalau mau mengambil jalan pintas”
“Jalan pintas? Seperti apa?”
“Kamu tertarik main film dewasa? Hubungan cinta, making love?”
“Film Sex maksud kamu?”
“Ya seperti itu, kamu mau?”
Miyabi terdiam, pikirannya kalut, ia merasa berat dengan tawaran tersebut.
“250.000 yen untuk debut film kamu yang pertama. Hardcash. Kamu akan jadi orang kaya! Kamu akan terkenal setelah mau menerima tawaran ini. Bagaimana?”
Miyabi tercengang, 250.000 yen untuk honor aktris pemula? Uang sebanyak itu sudah cukup untuk membiayainya bertamasya ke Amerika Serikat.
Dan beberapa hari kemudian, Miyabi dengan segenap keberanian dan kenekatan yang dibuat atas bujuk rayu sang fotografer, menerima tawaran tesebut. Ia nekat memasuki area studio produksi film porno dan bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Dan pasangan mainnya tampak seorang pemuda yang sangat kasar dan brutal. Sang Sutradara mengarahkan Miyabi untuk menyiapkan diri dalam scene awal adegan sex yang kelak akan dilakoninya. Sebuah scene tentang perkosaan dan membuat bulu kuduk Miyabi bergidik!
Maka dimulailah sebuah petualangan terkelam dari seorang gadis lugu bernama Miyabi. Kini ia hidup dalam arus industri pornografi yang telah membuatnya menjadi bintang porno paling terkenal di seantero asia. Namanya melambung mengalahkan popularitas bintang-bintang asia lainnya, namun harus menyandang gelar ‘cacat seumur hidup’, bintang film porno sepanjang masa.


Cerita Miyabi adalah satu di antara ribuan kisah sukses (sedih?) para gadis remaja Jepang yang dieksploitasi menjadi bintang-bintang muda film porno. Setiap hari, didapatkan data resmi 11 ‘video dewasa’ yang menampilkan adegan sex dan kekerasan diproduksi setiap hari. Data tersebut tercatat secara legal di departemen perdagangan Jepang. Sedangkan ditemukan data lain tentang produksi film porno ilegal yang jumlahnya berkali lipat dan tidak terdaftar. Jenis video porno mini yang terkenal dengan kode ‘Ura Video’ menjadi sebuah industri pornografi yang disebarkan dengan media portable (Handphone, MP4 Player), meledak di Jepang. Industri pornografi di Jepang mencapai nilai 400 milyar Yen. 70% rumah produksi materi pornografi (video, majalah, situs sex) berada di kota Tokyo. Dari sekedar industri pornografi kelas rumahan (dengan budget 600.000 Yen untuk satu judul film porno) hingga kelas rumah produksi raksasa dengan budget 20 juta Yen.

Nilai budget produksi meliputi ongkos produksi, honor pemain dan crew dan biaya promosi. Untuk bintang pendatang baru film porno, diperlukan ekspos dan promosi besar-besaran. Tidak hanya menggunakan media tradisional, jalur internet dipakai sebagai media paling ampuh untuk berpromosi dan media docomo (operator handphone) yang menyediakan layanan video porno berbayar.

(nantikan kehadiran buku : 500+ gelombang Video Porno Indonesia)

Comments