Industri Pornografi di Indonesia adalah LEGAL!

PORNOGRAFI DIIJINKAN DI INDONESIA??
(diambil dari akupercaya.com)

Ada kabar yang menggembirakan bagi para penggemar majalah Playboy di Indonesia karena tidak lama lagi Playboy yang sudah di naturalisasi (asli produk lokal ) akan segera terbit yang direncanakan pada bulan Maret 2006 ini mulai beredar.Ini berarti tidak lama lagi kita akan melihat bakat-bakat dari Anak Indonesia yang sudah lama cukup terpendam akan bisa meledakkan potensinya untuk menampilkan daya tarik sensualitas “atas nama seni” (padahal atas nama “profit”) tanpa tedeng aling-aling.Hal ini merupakan terobosan yang cukup revolusioner karena selama ini kita ketahui bahwa jelas-jelas pornografi dan juga pornoaksi tidak cukup populis dalam mainstream masyarakat Indonesia (padahal sangat didambakan,lihat saja statistik jumlah pembeli VCD porno di Glodok setiap harinya).Hal ini sangar kontradiktif dengan label yang diberikan kepada negara kita sebagai negara yang ber-Ketuhanan,penuh tata krama dan sangat kental dengan nuansa religius.Dengan terbitnya majalah Playboy Indonesia kita nantinya akan melihat surti, bedjo bahkan “Ayu Azhari ataupun Anjasmara bisa berpose bugil dalam majalah ini tanpa perlu takut terkena sanksi hukum.Meskipun Ponti Carolus (pengelola Playboy Indonesia) pada siaran persnya dalam acara di Metro TV hari selasa malam pkl 23.00 WIB mengatakan bahwa Playboy Indonesia tidak memuat gambar-gambar porno tetapi disesuaikan dengan culture Indonesia namun image dari majalah “Playboy” sendiri adalah majalah Porno yang menampilkan foto-foto bugil tidaklah terbantahkan mengingat edisi sebelumnya yang sudah terbit di negara-negara lain dan bukan merupakan rahasia umum lagi.Jika tidak
Tapi benarkah hal ini akan diizinkan beredar oleh pemerintah?Bukankah hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan juga norma agama yang berlaku di Indonesia?

PORNOGRAFI MENURUT HUKUM

Dengan berlakunya Undang-undang (UU) Pers No 40 tahun 1999, pemerintah tidak memiliki wewenang lagi untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan Pers.Fungsi pengawasan ini beralih kepada Dewan Pers.Dalam UU ini juga diatur bahwa tidak boleh ada pensensoran dan pembredelan terhadap pers karena bertentangan dengan kemerdekaan/kebebasan pers.Namun UU ini ternyata juga memiliki kelemahan, yaitu terkait dengan pendirian sebuah perusahaan pers hanya cukup berbadan hukum.Ini berarti apabila sebuah perusahaan pers sudah berbentuk bdan hukum ditambah Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP) maka sudah dapat beroperasi dengan bebas, sehingga tidak heran kita melihat banyak lahir perusahaan-perusahaan pers baru dan tentunya ada saja yang memiliki itikad tidak baik.Ada perusahaan pers dengan dalih memanfaatkan kemerdekaan pers justru menerbitkan majalah-majalah dengan gambar-gambar vulgar.Bagi yang tinggal di Jakarta, apabila melewati jalan tol atau jalan umum dengan harga Rp.2.000 per eksemplar kita bisa membeli majalah dengan gambar-gambar vulgar.Dari penerbit-penerbit majalah/koran tersebut kita dapat mengetahui alamat kantornya dan ada juga yang menyembunyikannya.Dan yang menarik bahwa tidak ada batasan umur bagi barangsiapa yang ingin membeli majalah tersebut, hal ini disebabkan tidak ada pengawasan khusus terkait dengan distribusi majalah kepada konsumen.Bagi masyarakat awam foto-foto tersebut mungkin tergolong vulgar, namun bagi para fotografer, foto-foto tersebut memiliki nilai futuristik.Hal ini berarti bahwa basic education dari konsumen majalah akan mempengaruhi perspektifnya terhadap gambar tersebut.Jika demikian bagaimanakah tindakan Dewan Pers terkait dengan perusahaan-perusahaan pers yang menampilkan gambar-gambar pornografi?Dalam hal ini Undang-undang Pers tidak mengaturnya secara jelas, namun ada pasal yang mengatakan bahwa hal-hal yang terkait dengan tindak pidana maka akan dikembalikan kepada undang undang yang berlaku (KUHP).

Apa kata Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai pornografi?
Sebelum kita melihat pengaturan dalam KUHP mengenai pornografi alangkah baiknya kita melihat pengertian dari pornografi itu sendiri terlebih dahulu.Pornografi terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan dan selanjutnya sekarang juga meliputi gambar dan patung.Pornografi berarti tulisan, gambar, atau patung, atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya (Wirjono:113).Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan Kebudayaan menyebutkan bahwa pornografi adalah :1 Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi;
2. bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.
Dari kedua pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa unsur-unsur pornografi adalah :
1 tulisan, gambar, patung atau barang pada umumnya,
2 berisi atau menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila
3 tujuannya untuk membnagkitkan nafsu berahi dalam seks

Dalam KUHP mengenai Pornografi diatur dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan, yaitu pada pasal 282 dan pasal 283 yaitu:
Pasal 282:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambaran atau benda, yang telah diketahui isinya dan yang melanggar kesusilaan; atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri,atau mempunyainya dalam persediaan; ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa didapat, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling tinggi tiga ribu rupiah.

(2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan; ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikinnya, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkannya dari negeri,atau mempunyai dalam persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjuknya sebagai bisa didapat, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga,bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

(3) Kalau yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama, sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah.

Pasal 283 :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan hamil, kepada seseorang yang belum cukup umur, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum tujuhbelas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.

(2)Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan dimuka orang yang belum cukup umur termaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan hamil kepada seorang yang belum cukup umur termaksud dalam ayat pertama,jika ada alsan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran, atau benda melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan hamil.
Pasal 283 bis:
Jika yang bersalah, melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 282 dan 283, dalam menjalankan pencariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.

Sebagaimana asas dalam Hukum pidana apabila suatu tindak pidana dapat dibuktikan unsur-unsur kesalahannya (dolus atau culpa) maka pelakunya dapat dipidana.Namun dalam prakteknya di peradilan pasal-pasal yang mengatur pornografi ini akan mengalami kesulitan untuk membuktikan unsur “melanggar kesusilaan”.Jika unsur tersebut tidak dapat dibuktikan maka seseorang tidak dapat dipidana. Kesusilaan (zeden, eerbaarheid) adalah perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggauta kemaluan wanita atau pria, mencium dsb;(R.Soesilo:204).
Suatu perbuatan dikatakan melanggar kesusilaan adalah amat tergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu; gambar atau barang itu harus melanggar perasaan kesopanan, perasaan kesusilaan, misalnya buku yang isinya cabul, gambar atau patung yang bersifat cabul (pornografische afbeeldingen en geschriften), film yang isinya cabul dsb.Sifat cabul dan tidaknya itu harus ditentukan berdasar atas pendapat umum, tiap-tiap peristiwa harus ditinjau sendiri-sendiri, amat tergantung pada adat istiadat dalam lingkungan itu.Bukankah dalam pengalaman, sekarang di Indonesia, teristimewa di-kota-kota besar, mulai diterima oleh pendapat umum, bahwa tulisan-tulisan, gambar-gambar, patung-patung dan benda-benda yang dibikin dengan maksud sebagai ilmu pengetahuan dan pernyataan rasa kesenian itu tidak perlu dipandang sebagai merusak perasaan kesusilaan, misalnya sebuah buku dengan diberi nama : “Penuntun untuk menghindarkan penyakit perempuan”, sebuah lukisan telanjang bulat dari seorang seni lukis atau ahli seni pahat;
Ada juga beberapa Yurisprudensi yang menentukan bahwa suatu perbuatan melanggar kesusilaan atau tidak:
- Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan tertanggal 9 Februari 1959 Nomor 203 K/Kr/1958 Mahkamah Agung telah memberitahukan bahwa suatu tulisan atau gambar/lukisan yang hanya bertujuan untuk menimbulkan atau memperbesar perangsang merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan;

-Putusan Hoge Raad dalam putusan tertanggal 30 Maret 1905 menetapkan bahwa suatu lukisan seorang wanita setengah telanjang dengan buah dada yang terbuka tidak perlu berarti melanggar kesusilaan.Lukisan itu dapat merupakan pelanggaran kesusilaan karena sikapnya wanita itu yang memalukan dan merangsang;

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu gambar,tulisan atau benda itu melanggar kesusilaan apabila melanggar perasaan kesopanan dan kesusuliaan yaitu jika menimbulkan atau memperbesar perangsang.Hal ini juga amat tergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu.Dengan demikian tentunya unsur ini banyak memiliki celah-celah hukum karena tidak mudah untuk membuktikan bahwa sesuatu itu memperbesar rangsangan.Karena faktor subyektf jelas-jelas sangat berpengaruh terutama terkait dengan keyakinan hakim sendiri dalam menjatuhkan putusan.Apalagi adat-istiadat masing-masing daerah berbeda satu sama lain.Misalnya di daerah Papua seorang wanita yang tidak memakai pakaian dalam sehingga kelihatan Payudaranya merupakan hal biasa.Atau pernah suatu waktu saya ketika berada disuatu desa di Bali, mandi di Pemandian umum, mendapati bahwa seorang wanita dan pria mandi pada satu tempat dan bisa dengan bebas melihat alat kelaminnya bukanlah sesuatu yang dilarang.Jika demikian mungkin saja majalah Playboy dapat diterima di daerah-daerah tertentu di Indonesia dan mungkin juga tidak oleh masyarakat, dan jika dapat diterima oleh masyarakat umum maka unsur melanggar kesusilaan tidak dapat dibuktikan.

Apabila dapat dibuktikan bahwa benda/gambar/tulisan itu melanggar kesusilaan dan memenuhi semua unsur dalam pasal maka perbuatan tersebut dapat dipidana, namun hal ini juga akan menimbulkan permasalahan karena tentunya akan terjadi konflik norma dengan kemerdekaan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers.Oleh karena itu maka perlu sekali adanya revisi baik dari Undang-undang Pers ataupun KUHP apabila ingin mengatur pornografi dalam aturan hukum sehingga tidak terjadi kekaburan hukum dan kepastian hukumpun akan terjamin.

PORNOGRAFI-SENI-ILMU PENGETAHUAN

Apa yang dianggap sebagai pornografi pada hal-hal tertentu, sulit dibedakan dengan hasil seni maupun sebagai pengembangan ilmu pengetahuan atau menyiarkan suatu informasi.Sampai saat ini baik para pakar maupun yurisprudensi belum ada yang memberikan batasan tentang “perbuatan melanggar susila”.Para pakar belum sepakat terhadap pornografi seperti apa yang merusak.Contohnya dapat kita lihat pada tarian-tarian erotis yang diperagakan oleh inul, bagi saya sendiri tarian tersebut jika dilihat secara terus menerus menimbulkan rangsangan birahi dan sensasi seks namun tampaknya sekarang sudah diterima masyarakat sebagai tontonan atau hiburan.Atau tarian-tarian dengan pakaian mini di diskotik-diskotik tertentu bahkan ada yang tidak menggunakan pakaian sama sekali.Justru menjadi daya tarik utama untuk membuat banyak orang berkunjung pada diskotik tersebut.Mungkin juga kita pernah mendengar atau mebaca komik-komik “hentai” yang justru dibaca kalangan dibawah umur yang isinya gambar kartun yang melakukan hubungan kelamin, hal ini malah dibiarkan oleh aparat penegak hukum.

Mungkin yang meragukan aparat penegak hukum adalah terkait dengan Perlindungan Terhadap Kemerdekaan dan Hak Asasi Manusia yang memberikan kebebasan kepada seseorang untuk memberikan atau menyampaikan pendapatnya di muka umum.Penghalangan peredaran buku,gambar,tulisan ataupun benda oleh pemerintah juga merupakan ancaman bagi masyarakat.Tetapi meskipun demikian masyarakat juga sependapat bahwa tulisan, gambar atau film yang dapat merangsang nafsu remaja, perlu dihindari.Pada akhirnya rakyatlah yang menentukan hal tersebut melanggar kesusilaan atau tidak.
Namun yang menjadi pertanyaan Rakyat yang mana yang berhak menentukan?

Comments