Mengubah Wajah Televisi dengan Menulis Buku

Mengubah Wajah Televisi dengan Menulis Buku



Di dunia penulisan di Indonesia, menjadi seorang penulis skenario adalah profesi yang banyak diimpikan bagi sebagian besar calon penulis maupun para penulis yang telah mempunyai karya dalam bentuk buku, tulisan maupun artikel di media massa. Maka, kita melihat banyak contoh, para penulis novel dan tulisan fiksi berubah menjadi penulis skenario untuk industri sinema dan televisi. Sebut saja nama-nama besar seperti Zara Zettira, Gola Gong, Hilman Hariwijaya, Boim Lebon bahkan Kang Abi dengan novel Ayat-ayat Cinta yang diangkat menjadi film layar lebar dan serial.

Tidak ada yang salah dengan pilihan para novelis dan penulis-penulis kita tersebut. Kalau alasannya adalah hitungan materialistik atau ingin berkecimpung di bidang entertainment-sinema-broadcasting, pilihan menjadi penulis skenario adalah profesi yang cukup banyak diimpikan banyak penulis-penulis lainnya.

Namun, perkembangan terakhir membuat kita malah merasa berjarak dengan hasil karya skenario para penulis yang diangkat menjadi sinetron dan layar lebar. Betapa gelombang protes dan kritikan pedas mengalir melihat banyak sekali penyimpangan cerita sinetron yang cukup ekstrim dalam menampilkan kemewahan dan kehidupan mimpi ala soap opera. Tentu saja, sebuah produk tayangan sinetron maupun layar lebar, adalah hasil kerja tim yang melibatkan puluhan orang. Tetapi di dunia penulisan, segala hal ide dan tulisan yang diangkat menjadi skenario adalah otak pertama yang dijadikan rancangan awal membuat tayangan. Maka, sudah sewajarnya para penulis skenario bertanggung jawab atas segala karyanya. Ia tidak bisa saja lepas tangan dengan mengatakan bahwa segala skenario yang ditulis adalah pesanan! Lho? Kalau begitu, betapa malangnya nasib para penulis skenario yang diatur imajinasinya sesuai pesanan produser dan rumah produksi.

Yah, tidak semua penulis skenario di TV mendapatkan ‘nasib buruk’ seperti itu. Para penulis yang dibayar mahal namun harus tunduk ukuran rating dan penceritaan yang amburadul adalah kenyataan panggung dunia hiburan. Tapi ada juga penulis-penulis skenario yang justru mendapatkan impian kerja yang benar-benar menyenangkan. Membuat tayangan bagus dan tidak perlu terpuruk menjadi penulis sinetron sabun-sabunan yang nggak jelas ceritanya.


Mereka adalah para penulis skenario tataran ideal : Skenario bagus dan hasil memuaskan. Sebut saja nama Wahyu H.S, penulis Para Pencari Tuhan, Yanto Prawoto – penulis dedengkot cerita humor ala extravaganza dan para penulis skenario layar lebar sekelas Laskar Pelangi, Nagabonar 2 dan para penulis skenario film-film semi dokumenter. Mereka mendapatkan materi yang cukup menjanjikan sambil menjalankan idealisme untuk membuat tontonan yang mendidik dan menghibur.

Nah, lalu bagaimana caranya kita bisa menuju titik yang sama seperti yang dilakukan para senior-senior di atas? Apakah langsung mengajukan sebuah proposal program atau membuat skenario yang langsung ditawarkan ke stasiun televisi dan rumah produksi?

Mulailah dari Sebuah Buku!


Beberapa penulis pernah mendatangi saya sambil membawakan berbagai ragam tulisan skenario yang hendak ditawarkan ke rumah produksi dan televisi. Jawab saya : Apakah Anda cukup sabar untuk menunggu naskah Anda dibaca? Anda cukup sabar menunggu sebulan, dua bulan, setahun atau bertahun-tahun sambil menunggu nasib baik datang? Apakah Anda cukup sabar jika suatu saat naskah Anda malah dibajak? Lalu?

Para penulis-penulis baru tersebut itu tercengang ketika menemukan sebuah fakta, betapa ratusan konsep hingga proposal skenario bertumpuk di meja-meja produser di televisi. Dan mereka menemui kenyataan, betapa tingginya tingkat persaingan dan betapa sulitnya menembus dunia hiburan televisi. Betapa mereka melihat sebuah dunia yang ‘sungguh tidak adil’, naskah skenario mereka tidak sempat dibaca oleh produser atau bilapun terbaca, naskah tersebut diobrak-abrik dan bahkan direject! Duh, betapa malangnya....

Lalu? Anda tidak punya kesempatan masuk ke dunia televisi dan sinema? Sebentar, pernahkah Anda melihat seorang Andre Hirata berhasil mengubah wacana sinema dan dunia televisi Indonesia dengan buku Laskar Pelanginya? Pernah melihat Kang Abi berhasil membuat puluhan episode serial Ayat-ayat Cinta? Atau Anda pernah melihat film layar lebar ‘Kambing Jantan’ yang ditulis oleh Raditya Dika? Letak persamaannya, semua tayangan tersebut berasal dari sebuah novel yang unik dan menarik. Lalu, tarik mundur ke era 90-an, waktu itu serial LUPUS yang diambil dari novel serial karya Hilman Hariwijaya berhasil menjadi tayangan yang ditunggu oleh remaja.

Nah. Ini dia, mulailah menulis sebuah buku untuk membuat sebuah tayangan televisi! Ini kalimat manjur yang semoga bisa membangkitkan minat dan kesempatan luas bagi para calon penulis yang tertarik terjun ke dunia sinema-televisi. Tentu saja, Anda bisa mencoba peruntungan dengan membawa naskah skenario langsung ke produser atau orang-orang yang Anda rasa tepat untuk dijadikan rekanan yang merealisasikan mimpi Anda menjadi sebuah tayangan. Tetapi ingat, sebuah buku yang Anda tulis, justru lebih dihormati sebagai sebuah karya dibandingkan dengan proposal skenario! Itu faktanya!

Studi Kasus Audisi Srimulat ANTV


Oke, saya mau cerita tentang kisah buku “Srimulat : Aneh Yang Lucu” yang saya tulis bersama Agung Pewe, seorang wartawan harian 'Kedaulatan Rakyat' di Jogja. Buku ini didesain sebagai sebuah buku ringan dan sekaligus sebagai sebuah ‘proposal’ sederhana, ingin membuat acara audisi Srimulat dalam skala besar. Buku ini buah pemikiran sederhana yang diobrolkan lewat 100-200 malam di Jogja dan Solo. Lewat obrolan di angkringan dan lesehan, kami bercita-cita membuat sebuah program besar untuk menaikkan kembali nama besar Srimulat ke dunia televisi.

Yang kami lakukan : kami tidak membuat proposal! Kami tidak membuat Skenario dan kami tidak tertarik berpresentasi di depan rumah Produksi!


Yang kami lakukan adalah menulis buku tersebut dan menerbitkannya lewat Metagraf – Tiga Serangkai. Tentu saja kami harus meeting berhari-hari dengan teman-teman redaksi Tiga Serangkai untuk meyakinkan mereka, bahwa membuat acara televisi berbasiskan rencana yang dituliskan di sebuah buku adalah : MUNGKIN!

Maka, ketika buku ini sudah siap dalam bentuk Dummy, kami mencoba mempresentasikan buku ‘Srimulat : Aneh yang Lucu’ ke stasiun televisi ANTV. Dan, seperti cerita-cerita dongeng dan keajaiban peri-bidadari, rencana kami diterima ANTV! Dan semuanya terjadi begitu cepat. Lebih cepat dari bayangan kami semua. Alhamdulillah....

Dan, hari-hari belakangan ini, setelah 1 bulan buku ‘Srimulat : Aneh Yang Lucu’ diluncurkan, kami sedang menikmati sebuah proses pembuatan program televisi skala besar. Tiba-tiba saja, program Audisi Srimulat Cari Bakat yang disponsori ANTV menjadi sebuah pembuktian atas kerja kreatif kami selama ini. Maka, di depan sana, lebih dari 30 episode season 1 Audisi Srimulat sedang dalam proses penggarapan. Dan semuanya berjalan persis seperti yang kami impikan dan kami tulis di buku Srimulat tersebut.

Dan sebenarnya, buku Srimulat : Aneh Yang Lucu, tanpa disadari menjadi sebuah buku belajar bagi kami sendiri yang bercita-cita ingin membuat tayangan televisi yang lebih baik. Lewat humor, lewat tulisan, lewat buku dan idealisme untuk mengangkat kembali konten lokal menjadi pekerjaan besar yang sedang kami lakukan.

Jadi? Kami mencoba untuk mengajak Anda melakukan hal yang sama : Menulis Buku yang Bisa Mengubah Dunia! Atau minimal, buku yang bisa mengubah wajah televisi, itu semuanya adalah hal mungkin dan lebih elegan, ketimbang kita hanya sekedar menjadi seorang tukang kritik atau sekedar bermimpi merubah tayangan televisi.

Caranya?

Hmmmm...Semoga tulisan singkat ini bisa membuka sedikit cakrawala kita bersama. Menulis Buku adalah hal yang utama. Merubah dunia? Hmmmm....Ayo kita lakukan bersama.

Sony Set

Comments