Diskusi Acara Televisi - Dialog Khusus Jogja TV, JBDK & KPI
Tanggal 16 September 08 kemarin, saya diundang KPID Jogja dan Jogja TV untuk menjadi pembicara di acara "Dialog Khusus" dengan tema "Tayangan Ramadhan di televisi". Sebenarnya, acara sore itu , jam 15.00-16.00, adalah kelanjutan diskusi publik yang diselenggarakan KPI pada hari Sabtu, 13 September 08, di gedung KPID Jogjakarta. Dan kebetulan acara itu dihadiri oleh sekretaris MUI Jogja, bapak Ahmad (aih...maaf, saya lupa nama lengkapnya).
Tapi malam sebelumnya, saya dihubungi pihak TV ONE untuk hadir di acara DEBAT yang direkam pada 16 september 08 jam 18.30 di Studio Cawang. Waduh, jelas banget saya nggak bisa datang ke Jakarta, lah, saya sudah kadung janji untuk hadir di Jogja TV Je. Saya lebih mbelani diskusi di televisi lokal dan tentu saja dengan teman-teman KPID Jogja...Klop Kan?
Diskusi berjalan dengan asyik banget, kebetulan, acaranya berformat talkshow, dipandu oleh Mbak Ema, hostnya Jogja TV yang mantan orang ASTRO TV. Si Mbak yang manis ini, ternyata lebih memilih pulang kampung ke Jogja, oke deh mbak, mari kita bangun jogja agar lebih baik.
Acaranya dihadiri Mbak Surach dari KPID, pak Ahmad dari MUI dan saya sendiri dari JBDK...hehehe..Saya hanya meneruskan pemikiran saya tentang masalah tayangan Ramadhan yang sedang lagi banyak disorot, apalagi masalah tampilnya peran atau aktor bergaya banci. Maksudnya, lelaki bergaya perempuan. Dan saya mencoba memberikan wacana, bahwa peran banci atau lelaki bergaya perempuan udah ada sejak jaman perang kemerdekaan. Coba Anda baca tulisan saya tentang "Mengapa Ada Banci di televisi?", bahwa sebenarnya, jaman baheula, jaman kakek dan nenek kita masih muda, perempuan nggak boleh tampil di televisi, karena dianggap menyalahi kodrat dan diharamkan! (walahhhh...)
Nah, untuk membuat peran perempuan di jaman itu, maka aktor laki-laki di make up seperti seorang perempuan. Kamu semua bisa lihat kesenian Ludruk yang udah ada sejak jaman tahun 1930. Dan jangan salah, Ludruk adalah kesenian rakyat yang pertama melawan penjajah dan sebagian penampilannya membawakan pesan-pesan perjuangan dan syiar agama islam.
Pendapat saya ternyata malah mendapat tanggapan positif dari Pak Ahmad , Sekretaris MUI Jogja. Beliau mengatakan, budaya jawa seperti tari-tarian, sering menampilkan laki-laki bergaya perempuan atau malah sebaliknya. Dalam pandangan beliau, hal tersebut adalah sah-sah saja. Alhamdulillah, semoga kita semua bisa sepakat ya pak. Ibu Surach dari KPID Jogja secara lugas mengatakan, bahwa KPID tidak pernah melarang, yang ada hanya sebuah himbauan untuk tidak keterlaluan mengeksploitasi dan melecehkan. Wah setuju bu, tayangan sekarang yang menampilkan cowok bergaya perempuan kadang menampilkan hal-hal berbau pornografi. Coba bandingkan dengan ludruk atau gaya srimulat yang lebih menampilkan peran banci dengan lebih elegan.
Tetapi kemarin, saya melihat acara debat di TV ONE tentang masalah banci. Saya prihatin banget dengan komentar ketua MUI yang langsung saja mengatakan tayangan tersebut haram, huaduh...ibu Ketua MUI, Mengapa Anda bersikeras selalu berpaham menggunakan pendekatan Fikih? Kalau mau total berdasarkan azas fikih dan hukum islam, perempuan itu dilarang keras tampil di televisi. Termasuk Ibu sendiri! Coba saja cek ke setiap stasiun televisi negara-negara islam yang menerapkan hukum Islam dengan saklek!
Ah, sudahlah...jalan masih panjang, saya sedang belajar banyak bersabar, Allah yang Maha Baik telah membukakan mata hati saya untuk tetap tenang. Seperti kata pepatah, Anjing menggonggong Kafilah berlalu, tetap berkreatifitas walaupun hujan batu mendera tubuhmu. Semoga saya tidak cepat mati dan masih bisa berkarya sampai nanti.
Sony Set JBDK
Comments