Kisah Nyata Senior Srimulat : Gogon - Insiden Natuna!

Kalau ingin mengenal lebih dekat tentang Srimulat, maka datanglah pada saat mereka pentas off air! Srimulat adalah anak panggung kesenian tradisional yang hidup di tengah masyarakat. Mereka membawa kehidupannya untuk berbaur dan berpentas secara alami lewat obrolan, percakapan hingga panggung-panggung di berbagai macam perhelatan. Kelucuan mereka dimulai justru pada saat mereka akan berangkat dari rumah menuju tempat pementasan. Betapa komedi yang tragis dan penuh humor justru terjadi dikehidupan nyata yang menelan ribuan jam dan pementasan sesungguhnya yang diselesaikan dalam 1-3 jam.

Begitu juga bila hendak mengenal karakter-karakter Srimulat seperti Kadir, Gogon, Tarzan dan semua senior yang saat ini masih eksis di dunia panggung. Berbicara dengan mereka berjam-jam, bagaikan menikmati lawakan dalam arti sebenarnya. Sebut saja senior Tarzan yang selalu membuka pintu lebar-lebar di rumahnya bagi siapa saja yang ingin berdiskusi atau mendengarkan cerita humor tentang kehidupan nyata Srimulat. Atau cobalah mampir ke rumah Mamiek Prakosa di wilayah Kramat Jati yang kerap dijadikan tempat menginap seniman-seniman perantauan. Anda akan mendapatkan pengalaman sekaligus humor yang paling berharga dibawakan dengan cara live lewat kehidupan senyata-nyatanya.
Lalu, bagaimana sebenarnya memahami, mengapa para seniman Srimulat bisa gila-gilaan menjalani hidupnya sekaligus menampilkan kreatifitasnya di atas panggung? Mari kita ikuti cerita perjalanan mereka berpentas tanpa layar dalam ruang-ruang tawa terbuka di seantero Indonesia.

Gogon : Insiden Natuna

Gogon adalah salah seorang pemain Srimulat yang paling rajin melakukan pentas off Air. Hampir seluruh titik di negeri ini yang pernah dikunjunginya. Lintas pulau, lintas propinsi adalah pekerjaan sehari-harinya demi menyanggupi permintaan pentas di berbagai acara. Karena harus berhadapan dengan skedul yang ketat, Gogon bahkan memutuskan untuk berumah tinggal di dekat Bandara Soekarno Hatta selain tinggal di rumah asalnya, Boyolali. Gogon merasa, dengan mempunyai rumah dekat bandara, akan lebih mudah baginya untuk terbang ke mana saja tanpa harus terlambat atau takut ketinggalan pesawat. Pilihan yang konsisten? Bahkan andaikan bandara Soekarno Hatta menyediakan kost atau rumah kontrakan, dipastikan Gogon akan bertempat tinggal di sana.

Gogon dan buku "Srimulat : Aneh yg Lucu", momen peluncuran di Bukan Empat Mata TRANS7

Tapi ini bukan soal rumah, ini tentang sebuah cerita undangan pentas off Air yang diadakan di kepulauan Natuna! Ceritanya, Gogon mendapat undangan bersama Polo untuk menghibur masyarakat kepulauan Natuna. Pulau tersebut berada di antara Pulau Kalimantan dan Semenanjung Malaka (Malaysia dan Thailand) tapi letaknya lebih ke utara. Perjalanan paling dekat lewat Pontianak naik pesawat atau kapal laut. Pilihan kapal laut membutuhkan waktu lebih dari 30 jam untuk sampai di Pelabuhan Selat Lampa Natuna.

Tentu saja Gogon dan Polo tidak berencana untuk naik kapal laut. Mereka telah disediakan panitia untuk naik pesawat terbang dari Jakarta-Pontianak-Natuna. Nah, jadwal yang sudah disepakati adalah Gogon dan Polo akan terbang jam 6 pagi dari Jakarta. Persoalan mulai muncul ketika Gogon bangun kesiangan! Jarak rumahnya ke Bandara Soekarno Hatta yang hanya bertempo 15 menit, tidak banyak membantunya untuk bisa mengejar pesawat yang menuju ke Pontianak. Sementara, Polo telah terbang duluan dan sempat memberikan pesan singkat ke Gogon, bahwa Gogon harus segera sampai di Pontianak secepatnya. Karena, pesawat yang membawa mereka terbang dari Pontianak ke Natuna hanya ada 1 kali dalam 1 hari. Jadwal terbang pesawat tersebut jam 12.00.

Mulanya, Gogon masih belum cemas karena masalah ketertinggalan pesawat tersebut. Ia segera mencari penerbangan terdekat, ternyata ada maskapai Batavia Air dan Garuda. Kedua maskapai tersebut terbang pada jam 10.00. Pikir Gogon, ia akan bisa selamat sampai di Pontianak, sebelum transit ke pesawat kedua yang akan menerbangkannya ke Natuna.
Namun, mendadak keluar pengumuman, bahwa pesawat Batavia Air ditunda penerbangannnya hingga jam 11.30! Deg, jantung Gogon berdegup keras. 11.30 itu hal yang sudah sangat membuatnya shock! Karena panik, Gogon langsung mencari tiket penerbangan baru. Pilihan jatuh ke GARUDA yang kalau menuruti jadwal, akan terbang jam 10.00. Masalahnya, harga tiketnya mahal sekali. Sekitar 2.5 juta dan Gogon merasa tidak punya pilihan. Dengan berat hati, Gogon akhirnya membeli tiket Garuda. Ia berusaha mencari jadwal tercepat sampai ke Natuna. Pada saat ini, Gogon merasa persoalannya sudah selesai. Namun, ternyata itu belum tuntas.

Pesawat Garuda ternyata mengalami delay hingga 11.45! Dan tumpahlah rasa shock, kecewa dan sedih yang luar biasa. Gogon merasa panik dan kehilangan semangat. Terbayang rasa marah para panitia yang telah mengundangnya. Terbayang wajah Polo yang pasti akan habis memaki-maki dirinya, Gogon di posisi yang luar biasa sulit. 2 tiket pesawat di tangan, tidak bisa dikembalikan dan salah satu pasti akan hangus terbakar. Yang lebih membuat cemas, seandainya pun Gogon berangkat, jadwal terbang pesawat dari Pontianak ke Natuna juga sudah dipastikan akan ketinggalan. Maka pecahlah tangis Gogon di antara penumpang yang sedang menunggu delay. Mereka tampak heran melihat wajah Gogon yang penuh dengan kemurungan dan sembab karena sedih tak tertahan.

“Sudahlah mas Gogon, kita tetap berangkat ke Pontianak. Nanti sampai sana, nginap saja di tempat saya,” tawar seorang penumpang yang mencoba menghibur. Gogon malah tambah bingung. Acara perhelatan yang akan diisinya adalah nanti malam di Natuna. Kalau ia harus menginap di Pontianak, sama saja melakukan penundaan beruntun.

“Kalau telat naik pesawat, bisa menyusul naik kapal laut, mas.” Hibur seorang ibu yang sebenarnya tidak paham dengan situasi yang terjadi. Gogon tambah sendu. Tapi karena ia merasa mempunyai tanggung jawab moral yang besar, Gogon memutuskan tetap berangkat ke Pontianak. Ia berusaha sampai ke Natuna dengan cara apapun dan panitia di sana dapat bertemu dengannnya langsung untuk menyelesaikan masalah.

“Ini tanggung jawab buat saya. Apapun yang terjadi, saya harus bisa menemui panitia acara. Biarlah mereka marah ke saya, tapi saya akan tunjukkan bahwa Gogon tetap datang walaupun terlambat,” begitu tekat bulat Gogon yang sudah kadung pasrah. Dan ketika pesawat berangkat dari Jakarta menuju Pontianak, Gogon mengucapkan doa berkali-kali. Doa itu terdengar aneh dan absurd. Gogon mengulang-ulang bunyi doanya, “Ya Tuhan. Saya berdoa semoga pesawat yang terbang dari Pontianak ke Natuna, ditunda sampai saya datang dan saya bisa sampai ke acara di Natuna!”

Ajaib! Kecemasan Gogon yang berlipat ganda dan dibarengi dengan doanya yang tidak putus, tiba-tiba permintaannya berubah menjadi kenyataan. Pada saat pesawat mendarat dan berhenti, mendadak Gogon dihampiri 2 orang petugas yang mengaku telah menunggunya selama lebih dari 2 jam!

“Pak Gogon, silahkan ikut kami. Pesawat yang akan membawa Anda ke Natuna sudah menunggu dari tadi. Mari,” tegur sang petugas dengan ramah. Gogon kaget setengah mati. Siapa sangka doanya bakal terkabul dan semuanya menjadi mudah seperti ini?

Akhirnya Gogon segera mengikuti petugas tersebut dan langsung naik pesawat yang sudah menunggunya. Ternyata memang benar ia satu-satunya penumpang yang ditunggu berjam-jam untuk bisa terbang ke Natuna.

“Saya kaget sekali, mas. Saya ini bukan siapa-siapa. Bukan mentri bukan presiden. Tetapi mereka menunggu saya dengan sabar,” terang Gogon dengan wajah sumringah.

“Alasan mereka menunggu apa, Mas? Apa karena masalah teknis?”

“Begini lho, ternyata, usut punya usut, yang membuat pesawat ke Natuna tertunda beberapa jam, karena perintah dari salah satu pimpinan Angkatan Udara.”

“Lho? Kok bisa? Kepentingan mereka apa, Mas?”

“Begini, ternyata, saya diundang untuk mengisi acara di Natuna yang disponsori TNI Angkatan Udara. Jelas saja mereka bisa mengatur jadwal penerbangan dengan kekuasaan mereka. Dan saya beruntung pernah mengalaminya,” sambung Gogon dengan tawa lepas tanpa beban.

Hahahahaahahaha...

Sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa aneh dan mungkin hanya satu di antara jutaan kasus pesawat delay di dunia. Gogon telah membuktikan untuk tetap datang, walaupun ia tahu resiko keterlambatan dan kemarahan yang kelak dihadapinya. Gogon lebih percaya untuk berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk mengatur segenap perjalanannya. Termasuk mengatur delay atau tidak, terbang atau batal dan yang lebih penting : tetap pentas sesuai waktunya!

Comments

zein said…
HAHAHA..PENUH TANGGUNGJAWAB..RESIKO HRS DIHADAPI..KISAH NYATA YG INSPIRATIF...