Harry Van Yogya : Coming to Jakarta!

Harry Van Yogya : Coming to Jakarta!

.

Ini sebuah catatan harian saya dan Harry Van Yogya. Dalam 3-4 hari belakangan ini, kami berdua datang ke Jakarta. Lho? Memangnya ada yang istimewa? 2 lelaki bermodal tampang pas-pasan dan sebuah misi memperkenalkan sebuah buku baru karangan Harry : The Becak Way. Oke, ini buku yang sangat sederhana, jangan dibandingkan dengan Cracking Code karya Rhenald Kasali atau dibandingkan dengan Rich Dad Poor Dad. Ini buku karya sahabat saya, Mas Harry Van Yogya, yang mencoba menjadi penulis sejatinya. Ini buku tentang Becak, manusia, Harry dan Jogja yang istimewa. Ini buku tentang semangat dan kisah nyata yang yang dirangkai lewat kerja keras seorang tukang becak yang berkarya, berusaha dan berjejaring.

.

Maka, ketika buku ini kami bawa dari Solo sebanyak 20 eksemplar untuk diperkenalkan di Jakarta, sungguh sebuah misi yang jelas sangat menyenangkan. Kebetulan, Harry mendapat undangan sebagai pembicara di acara Internet Sehat – Akademi Berbagi yang diselenggarakan di Goethe Institute. Tentunya, Anda semua sudah mengenal dengan Internet Sehat dan Akademi Berbagi. Silahkan googling dan follow mereka via twitter.

.

Saya mau mempercepat cerita, tepat jam 18.30, acara Internet Sehat dan Akademi berbagi dimulai di Goethe Haus – Goethe Institute, jl. Sam Ratulangi. Ini sebuah tempat yang ‘sangat berkelas’ dan menjadi barometer kegiatan budaya, seni dan teknologi. Lengkap dengan ruangan pertunjukan teaterikal dan tata sinema yang mengagumkan. Acara malam itu menampilkan pakar-pakar sekelas Onno W. Purbo dan Yanuar Nugroho, Ph.D seorang dosen dan dokter yang mengajar di Manchester University. Malam itu, Mas Yanuar menceritakan penelitian terbaru tentang social media dan kondisi jaringan internet di Indonesia. Pertunjukannya luar biasa menarik dan full humor. Kita semua yang hadir tertawa dan tercerahkan tanpa henti, apalagi, sang moderator yang dahsyat, Kang Onno W Purbo meningkahi dengan celetukan bernas sekaligus mengagetkan.

.

“Teorinya terlalu panjang dan saya bingung. Sekarang begini aja, bagaimana caranya kita bisa membuat Indonesia menjadi lebih baik,” celetuk Onno W. Purbo kepada Yanuar Nugroho dengan setengah bercanda. Tawa meledak berbarengan, pertanyaan sederhana yang tidak bisa dijawab seketika. Dan puyenglah Yanuar Nugroho untuk segera merumuskan jawabannya…hihihihi.

.

Harry Van Yogya & DR. Yanuar Nugroho

.

Dan tibalah saat Harry Van Yogya naik ke atas panggung. Ia tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk memperkenalkan buku ‘The Becak Way’ hasil tulisannya. Kemunculannya menjadi surprise dan tepuk tangan berkepanjangan. Apalagi potongan film dokumenter Linimas(s)a menampilkan sosok Harry yang berkegiatan sebagai tukang becak. Maka, malam itu, Harry berhasil menjual sekian belas buku kepada para peserta acara yang tiba-tiba merubungnya. Ah, sungguh bahagia bisa melihat orang sederhana seperti Harry bisa memberikan book signing dan membagikan semangatnya kepada semua orang.

.

Harry Van Yogya - Goethe Institute

.

“Saya malu dengan Mas Harry. Saya ini wartawan, setiap hari saya menulis reportase. Tetapi sampai saat ini, saya belum bisa menyelesaikan sebuah bukupun,” tutur seorang wartawan yang kebetulan hadir. Hehehe…Ini tentu ungkapan jujur dan pengakuan pribadi. Semoga saja sang wartawan bisa segera menyusul Harry untuk menyelesaikan buku pertamanya. Malam itu ditutup dengan acara makan malam bersama di sebuah warung nasi uduk yang nikmat bersama kawan-kawan Internetsehat.Org. Thanks mas Donny BU, sang Bos Internetsehat.Org. Malam ini akan kami kenang sebagai sebuah kisah sejarah yang kelak kami tuturkan kepada anak cucu kami.

.

Rencana TVONE dan silaturahmi ke kamp Karantina Srimulat Cari Bakat

.

Saya bangun pagi hari. Dan segera bergegas untuk bersiap meeting ke TVONE. Saya sengaja tidak mengajak Harry untuk meeting, karena dia tampak lelah setelah bertugas menjadi pembicara semalam. Jam 8.30 saya sudah berada di kantor TVONE. Saya berencana menyerahkan buku ‘The Becak Way’ untuk diresensi di acara Apakabar Indonesia Pagi. Tapi, mungkin karena saya datang terlalu pagi, saya tidak bertemu dengan para produsernya. Akhirnya buku tersebut saya titip ke resepsionis. Masih dengan harapan, semoga buku tersebut bisa terbaca dan memungkinkan untuk ditampilkan di acara resensi buku TVONE. Sebagai informasi, saya pernah beberapa kali bekerja sama dengan TVONE untuk meresensi buku-buku baru. Tapi biasanya, persiapannya seminggu dan harus dimeetingkan dengan redaksi beberapa kali. Nah, saya sendiri agak pesimis kalau buku tulisan Harry ini bisa diresensi di hari sabtu besok. Padahal ini sudah hari jumat, saya berpikir, buku ini, kalaupun diterima dan bakal diresensi, paling cepat bakal ditampilkan minggu depan.

.

Saya lalu balik ke hotel dan menjemput Harry untuk pergi ke lokasi karantina Srimulat Cari Bakat yang bertempat di desa Wisata, Taman Mini. Namun sebelumnya, saya mengajak Harry ke sebuah pusat grosir untuk membeli tas. Sekedar bersantai dan melepas penat setelah sehari sebelumnya disibukkan berkegiatan ria. Tiba-tiba, sebuah telepon masuk. Telepon dari TVONE.

.

“Halo? Mas Sony? Sedang bersama mas Harry? Bukunya sudah kita terima. Kita akan mengangkat buku ini untuk besok sabtu. LIVE di acara APAKABAR INDONESIA Pagi!”

.

Hah?

.

Saya begitu kaget dan setengah nggak percaya. Buku yang tadi pagi baru saya sampaikan, tiba-tiba sudah ditangan produser TVONE dan siap dibedah dihari berikutnya. Begitu cepat? Ajaib!

.

Saya dan Harry menyanggupi untuk datang ke TVONE sabtu pagi,14 Mei 2011 di Wisma Nusantara. Ah, betapa ini sebuah anugerah tidak terduga. Bisa mengabarkan buku ‘The Becak Way’ begitu cepat dan begitu dimudahkan untuk bersiar lewat jaringan televisi.

.

Acara berikutnya, kami menuju ke desa wisata Taman Mini Indonesia Indah. Wah, sudah lama saya tidak berkunjung ke tempat favorit saya semasa kecil. Tetapi yang paling mengharukan ternyata ini kunjungan pertama kali Harry Van Yogya ke TMII!

.

“Saya baru pertama kali ke tempat ini, “ tutur Harry pendek. Ah? Saya nyaris nggak percaya. Sahabat saya ini baru pertama kali datang ke tempat ini? Terbesit dalam niatan kami, kelak, kami akan datang bersama keluarga dan anak-anak kami, mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah.

.

Hari itu, kami bertemu dengan para peserta Karantina Srimulat yang berjumlah 20 orang. Kebetulan, saya mendapat giliran jadi mentor untuk memberikan semangat kepada para peserta. Mas Koko , pimpinan Srimulat hadir bersama pak Sardjito, sutradara Srimulat. Saya mendapatkan surprise yang luar biasa ketika bertemu dengan Pak Tohir, senior srimulat Surabaya yang sudah berusia lebih dari 60 tahun. Beliau ini sering berperan menjadi drakula di saat masa jaya Srimulat Surabaya era 80an.

.

Senior Srimulat - Tohir sebagai Drakula

.

“Mas, akhirnya saya bisa tampil lagi di televisi di sisa usia saya. Saya dapat peran sebagai drakula yang melakukan eliminasi para peserta yang dianggap tidak memenuhi nilai,” terang Pak Tohir pendek. Mata saya berkaca-kaca mendengar penuturan beliau. Saya tidak pernah membayangkan, acara Srimulat Cari Bakat yang saya rancang bersama Mas Koko dan teman-teman produksi ANTV bisa memberikan inspirasi dan kesempatan bagi para senior Srimulat yang sudah sepuh untuk bisa berkiprah lagi.

.

“Buku Srimulatnya ada mas? Saya mau baca,” pinta Pak Tohir. Waduh, saya lupa membawa buku Srimulat, Aneh yang Lucu yang saya tulis. Nanti ya Pak, minggu depan saya akan berkunjung ke sini dan membawakan buku tersebut. Malam itu, saya dan Harry menginap di tempat karantina bersama rekan-rekan peserta audisi dari berbagai daerah.

.

Syuting TVONE Pagi

.

Jam 5.30 pagi, saya dan Harry sudah keluar dari Taman Mini dan langsung menuju lokasi syuting TVONE di Wisma Nusantara. Kami berhenti di bundaran H.I untuk sekedar mengabadikan diri memaknai kehadiran kami di Jakarta (halah….!) Aslinya, kami malah membuat sesi foto ala imigran gelap yang datang ke ibukota..hehehe.. Saya ambil beberapa foto Harry Van Yogya dengan berbagai gaya dan lokasi.

.

Harry Van Yogya - Bunderan H.I

Harry Van Yogya - JogJakarta Istimewa

.

Jam 8.00, Harry sudah bersiap untuk syuting. Hal yang surprise, pihak TVONE sudah menyediakan becak di lokasi! Hah? Ini becak dari mana? Kreatif bener?

.

Foto becak

.

“Kita mau bikin kejutan, becak ini kami datangkan jauh-jauh dari bekasi. “ Terang Ardian, produser TVONE sambil menunjukkan lokasi becak dan rencana pengambilan gambar pada kami berdua. Harry cukup kaget dengan properti ini. Dia mencoba becak tersebut dan berputar-putar di sekitar lokasi syuting. Tentu saja, kehadiran Harry di atas becak membuat banyak orang terlongo keheranan. Percaya atau tidak, setelah sepuluh tahun lebih, sejak Becak dibersihkan dari kawasan ibukota, ini adalah becak yang berhasil menembus ring 1 dan lolos dari razia satpol PP!

.

“Pasti begitu sulit untuk memasukkan becak hingga tembus bundaran H.I. Berapa banyak grup Satpol PP yang terlewati?” Tanya saya setengah bercanda. Tawa meledak bersama, betapa hari itu tiba-tiba menjadi keakraban tersendiri yang menyatukan kami dan rekan-rekan TVONE. Oh ya, ini foto-foto waktu Harry Van Yogya diwawancara di Apakabar Indonesia Pagi. Cek ya.

.

Meeting Sebelum Pulang

.

Usai acara syuting di TV One, saya dan Harry mendapatkan undangan dari seorang rekan yang kebetulan hadir dan ikut diwawancara di Apakabat Indonesia Pagi. Rekan baru itu adalah Mbak Esti, seorang teman dari dunia maya yang juga pernah menjadi penumpang becak yang ditarik Harry. Kami menghabiskan waktu berjam-jam di kedai Excelsso Kelapa Gading. Serasa bertemu dengan teman lama, kami ngobrol ngalor-ngidul dan beberapa teman bergabung bersama. Sungguh menyenangkan.

.

.

Dan hari sabtu itu ditutup dengan foto bersama. Saya dan Harry pamit langsung pulang ke Jogja. Sungguh hari-hari yang indah dan menyenangkan. Saya bilang ke teman-teman yang bergabung, bahwa, Harry Van Yogya dan saya akan kembali lagi ke Jakarta. Mencoba menikmati kemacetan dan bersilaturahmi kepada teman-teman baru. Tunggu kami, kawan. Sampai jumpa di Jakarta, lagi.

.

Penulis Sony Set. Telah meluncurkan buku Srimulat : Aneh yg Lucu pada 8 Maret 2011. Saat ini sedang berjuang menyelesaikan buku Srimulat 2 : Era Televisi dan Srimulat 3 : Next Generation

Comments