Jangan Bugil di Depan Kamera! - on going campaign!
Jangan Bugil di Depan Kamera!
Selama seminggu belakangan, wacana kehidupan kita dijejali informasi penyalagunaan teknologi informasi yang masuk di wilayah pornografi. Video porno sepasang artis terkenal yang meledak menjadi file yang didistribusi dari Sabang sampai Merauke, melewati jaringan internet dan diwacanakan di media massa, menjadi kegilaan kolektif jutaan manusia di Indonesia. Dari pejabat hingga pelajar, dari petinggi Negara hingga masyarakat terpencil, berlomba-lomba menjadi penonton-penonton sekaligus penyebar video porno yang kecepatan penyebarannya mencapai seratus ribu unduhan per hari.
Bagaimana data itu bisa diambil? Penulis belum lama ini diwawancara di 4 stasiun televisi nasional yang berfokus di masalah video porno tersebut. Dengan gerakan “Jangan Bugil di Depan Kamera!” yang mencermati masalah pornografi, penulis mendapatkan informasi dan data yang tepat untuk memetakan permasalahan ini. Salah satunya berasal dari sumber distribusi pornografi di Internet yang memanfaatkan situs-situs penyebar video terkenal di dunia. Lalu ketika penulis mencoba mengungkapkan dalam bentuk data statistik lewat media televisi (SCTV), masyarakat disadarkan, bahwa terjadi kegilaan berkali lipat tingkat penyebaran video porno artis ini dibandingkan video porno yang lain.
Sejak tahun 2007, penulis bersama gerakan JBDK, berusaha menyebarkan wacana tentang penyimpangan pornografi berbasiskan data dan wacana pendidikan. JBDK mencoba memetakan kasus pornografi dengan menggunakan data-data terkini dan mencoba menyadarkan masyarakat terhadap masalah bahaya penyebarannya. Kasus video porno artis yang sedang kita hadapi bersama, adalah contoh betapa kegilaan teknologi informasi bagaikan air bah yang mencoba masuk ke setiap ruang hidup kita. Lewat jutaan perangkat handphone multimedia yang diprediksi berjumlah sepuluh juta unit, perangkat computer, keping VCD/DVD dan jaringan internet, materi pornografi tersebut mewabah dan menjadi penyakit yang sulit disembuhkan.
Masalah semakin parah, konon pelaku video mesum artis tersebut adalah sepasang artis terkenal yang mempunyai puluhan juta penggemar di Indonesia. Lalu? Bagaimana kita memetakan kerugian yang sedang dan akan terjadi? Beberapa estimasi bisa kita jelaskan sebagai berikut :
- Sampai saat ini, jumlah unduhan file video porno artis lewat internet memecahkan rekor 100.000 unduhan per hari. Jika biaya mengunduh file adalah Rp. 5000,- per unduhan, maka satu hari kita menghabiskan uang Rp. 500 juta. Satu bulan, diperkirakan 15 milyar dibuang percuma, hanya untuk mengoleksi video porno tersebut.
- Tingkat kecanduan dan aktifitas mengoleksi materi pornografi menyebar ke segala tingkatan umur di masyarakat. Kini ditemukan data, bahwa pelajar-pelajar sekolah dasar, telah terpapar materi pornografi tersebut dan menjadi konsumen penonton materi pornografi secara aktif.
- Terjadi pemborosan waktu terbuang dengan percuma, hanya karena jutaan pengoleksi dan penonton video porno di Indonesia secara kolektif menonton video tersebut berkali-kali.
- Tingkat distribusi video porno artis terkenal tersebut sangat sulit dihentikan. Kita sedang menghadapi bahaya kecanduan materi pornografi tingkat terparah sepanjang kurun 2000-2010. Kita sedang menghadapi kegilaan dalam jumlah massal, tanpa sadar, media massa banyak yang salah memberitakan kasus video porno ini menjadi sebuah sensasi yang membangkitkan minat masyarakat berlomba-lomba memburunya.
Data Depkominfo pada tahun 2007, ada 25 juta pengakses internet di Indonesia. Konsumen anak yang mengakses internet berusia 8-16 tahun, 30% pelaku sekaligus korban pornografi adalah anak. Dua dari lima korban kekerasan seks usia 15-17 tahun disebabkan internet, 76% korban eksploitasi seksual karena internet berusia 13-17 tahun. Data ini boleh jadi naik dua kali lipat pada 2010. Karena perkembangan wireless internet dengan menggunakan handphone, meledak sejak awal 2008 dan jumlah pengakses internet lewat rumah dan fasilitas public naik dengan jumlah signifikan mencapai 10 juta pengakses.
JBDK on TVONE 16 Juni 2010
Masih Ada Waktu untuk Memperbaiki diri
Tidak seharusnya kita larut dan membiarkan kita menjadi korban masalah penyebaran video porno artis ini. Mengapa kita tidak mencoba melawannya dan mencoba menyelamatkan anak muda kita dan semua anggota masyarakat yang masih mencoba untuk menjaga kesadarannya? Pornografi ibarat candu yang melenakan, tetapi materi pornografi digital adalah sesuatu yang sifatnya abadi dan sulit dilenyapkan. Begitu banyak anak muda kita yang telah menjadi konsumen pornografi. Satu tingkat lagi mereka akan menjadi mahluk pecandu yang siap melakukan kegilaan yang sama. Mereka bisa saja melakukan proses duplikasi dari tontonan seks yang disebarluaskan dalam format digital. Jika satu video porno saja bisa membuat orang terangsang, bagaimana dengan ratusan video porno yang dikonsumsi setiap hari? Anak muda kita membutuhkan therapy pengobatan mental secara massal. Jika tiang agama adalah alat yang utama untuk mengembalikan akhlak kita, maka sudah waktunya para pemimpin agama bergerak bersama menghentikan pengaruh negatifnya. Jika sekolah adalah tempat yang paling strategis untuk bersosialisasi sekaligus menjadi tempat distribusi materi pornografi, maka sudah sewajarnya pihak sekolah melakukan perhatian yang ketat untuk masalah ini. Jika tempat-tempat akses internet seperti warung internet dan hot spot menjadi area paling bebas untuk mengunduh file, maka marilah kita mencoba untuk memfilter materi-materi pornografi.
Dan jika itu juga belum cukup, marilah kita bersama berdialog. Mari dengarkan suara anak muda, anak-anak kita yang selama ini sengaja atau tidak sengaja, menjadi konsumen materi pornografi. Mereka secara sadar dan tidak sadar akan menjadi calon-calon korban penyimpangan pornografi. Mari berikan pemahaman yang benar dan tidak hanya melarang dan memberikan sangsi. Sebab mereka adalah masa depan dari Negara ini. Mari kita selamatkan Indonesia bersama.
Sony Set, Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Founder gerakan JBDK!
Comments