Syekh Puji dan Ulfa : Cermin retak keluarga Indonesia.

Syekh Puji dan Ulfa : Cermin retak keluarga Indonesia.

Selama beberapa hari belakangan ini, saya disibukkan dengan berbagai macam pertanyaan tentang soal pernikahan kontroversial antara Syekh Puji dan Ulfa. Terus terang, beberapa pertanyaan terasa sangat menohok saya, apalagi dikaitkan dengan masalah hukum Islam dan hal-hal lain yang menyangkut masalah SARA.

Komentar pertama saya, bahwa apa yang dilakukan Syekh Puji untuk menikahi Ulfa yang notabene masih berusia 12 tahun adalah mirip dengan sistem perbudakan. Jual beli budak di masa lalu hingga jaman sekarang (perbudakan masih ada hingga kini) sering memberlakukan 3 hal

1.Budak dibeli untuk diambil kemerdekaannya, dan ditukar dengan tenaganya untuk bekerja keras sesuai kemauan majikan.
2.Budak Perempuan yang cantik adalah boneka sex bagi para majikannya. Tidak peduli berapapun usianya, budak tersebut akan menjadi mainan seumur hidup bagi majikannya. Untuk melindungi dari jeratan hukum, sang Majikan akan berupaya mengawininya dan menggunakan bermacam-macam dalil untuk membenarkan perbuatannya.
3.Budak yang dibeli dan dimuliakan derajatnya oleh sang majikan, hingga ia mempunyai kebebasan untuk menentukan arah hidupnya.

Di India, kasus penjualan wanita di bawah umur merajalela. Kita tahu, di sana diberlakukan sistem kasta. Dan yang paling sengsara, adalah para wanita yang berada di kasta terendah, seperti kasta Sudra. Wanita yang berada di tingkat kasta ini, hampir dapat dipastikan hidupnya akan sangat menderita, apalagi kita tahu, bahwa sistem pernikahan di India sangat menyulitkan para wanita yang dipaksa untuk membeli pasangan pria dengan biaya yang sangat berat.

Apabila Anda sering menyambangi pelabuhan-pelabuhan laut di sana, tidaklah heran bila Anda akan sering melihat seorang Ayah dengan 1 atau 2 anak gadisnya, menawarkan anak gadisnya untuk para pelaut yang singgah. Sang Ayah meminta sang pelaut untuk menikahi anak gadisnya atau membawanya pergi. Sebagai gantinya, sang Pelaut akan memberikan uang pengganti kepada sang Ayah dengan nilai yang bisa dinegosiasikan. Maka, tidak heran bahwa India menjadi surga kaum fedofilia, karena banyak gadis di bawah umur yang diperjualbelikan dan menjadi korban atas sistem yang berantakan. Soal pernikahan? Tenang itu bisa diatur, Anda bisa menikahi siapapun, tidak peduli sudah menstruasi atau belum. Karena hukum adat, agama hingga budaya di India, membolehkan praktek ‘perkawinan dini’.

Tidak peduli berapapun usia sang gadis yang ditawarkan, praktek penjualan gadis-gadis di negara-negara berkembang adalah sebuah cerita muram yang berusaha disembunyikan. Tetapi kisah pernikahan Syekh Puji yang terang-terangan menikahi Ulfa adalah kegilaan yang dimuntahkan secara blak-blakan di negara yang beradab dan beragama saat ini. Celakanya, pelakunya secara terang-terangan mengatakan bahwa apapun yang dilakukannya adalah benar dan menggunakan tameng agama untuk berlindung di baliknya.

Ulfa yang malang, ketika ratusan wartawan mengejarnya dan akhirnya mendapatkan pernyataan lugu dari seorang gadis kecil, di Shot dengan kacamata Infotainment, dan terlontar kalimat-kalimat bahwa ia mencintai Syekh Puji!

Astaga? Saya tidak tahu bagaimana kondisi Ulfa sebenarnya. Yang saya dengar dan lihat dari televisi dan koran, bahwa Ulfa adalah produk dari keluarga miskin. Ayah ibunya terbelit hutang, kabarnya, sang Ayah akhirnya menyetujui ‘merelakan’ Ulfa dinikahi Syekh Puji dengan uang ganti yang cukup besar untuk ukuran keluarga tersebut. Ulfa yang malang, ia terpaksa harus berkorban demi keluarganya dan menukarkan masa ceria kanak-kanak dengan menjadi hamba, istri yang harus siap melayani nafsu luar biasa dari suami yang membelinya.

Ulfa yang masih berusia 12 tahun, ketika tubuhnya sebenarnya belum siap untuk melakukan hubungan seksual, ketika segala ruang rahimnya belumlah kuat untuk dibuahi, ketika wajah polos dan bibir mungil kekanak-kanakan sudah harus siap menerima berbagai macam rabaan dari lelaki dewasa yang kehilangan rasa kasih dan kemanusiaan. Segenap tubuhnya adalah lahan siksaan yang tidak siap sama sekali menerima hujaman dari sang lelaki dewasa yang selalu pongah dan menguasainya.

Di negara-negara maju, jika seseorang dewasa terbukti melakukan hubungan seksual dengan anak-anak atau para remaja di bawah umur, hukuman berat akan dijatuhkan kepadanya dan negara akan mengambil alih sang korban untuk direhabilitasi kehidupannya. Di Indonesia….? Para pengacara sedang berdebat dan mencari pasal-pasal pembenaran, mencari hukum yang bisa dijadikan tempat berlindung, bahwa menikahi anak dibawah umur adalah kewajaran?

Amerika Serikat mengembangkan sebuah protokol yang disebut Teen Dating Violence Protocols. Sebuah peraturan yang diaplikasikan di tingkat negara-negara bagian dan dipraktekkan di berbagai institusi pendidikan dan memfokuskan kepada remaja yang banyak melakukan dating (berpacaran etc.). Kekerasan dalam hal hubungan cinta di kalangan remaja menjadi fokus perhatian negara. Mereka berusaha melindungi anak-anak mudanya untuk tidak menjadi korban kekerasan pada masa berpacaran. Dari sekedar perlindungan psikis, fisik hingga perlindungan terhadap kekerasan seksual.

Untuk anak-anak yang baru menginjak masa puber, diberikan sebuah penyuluhan dan pengawasan dari orang tua dan lembaga sekolah. Mereka bahu membahu menjaga anak-anak mereka terhindar dari masalah kekerasan cinta dan seksual yang sering ditimbulkan justru oleh pasangan cintanya sendiri. Di Indonesia, banyak orang tua yang justru tutup mata ketika melihat anak-anaknya yang baru ABG mencoba berpacaran dengan teman sebayanya atau orang yang lebih tua. Di sini, kebanyakan, masa berpacaran dianggap sebagai masa yang tidak serius, nggak perlu diperhatikan. Dan Akibatnya, kekerasan dalam masa berpacaran di Indonesia meledak. Jumlah aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2.4 juta kasus aborsi. Sekitar 1.4 juta aborsi pertahun dilakukan oleh remaja Indonesia!

Beberapa warning yang harus diwaspadai oleh anak-anak muda Indonesia yang pada kenyataannya banyak melakukan hubungan berpacaran adalah sebagai berikut :

1.Tidak memilih pasangan yang beda umurnya terlalu jauh. Alasannya, pasangan yang lebih tua, cenderung memberlakukan pasangannya sebagai obyek seks. Dia mampu mencuci otak dan mengendalikan pasangannya yang lebih muda untuk tunduk dan menurut setiap permintaannya.
2.Tidak melakukan hubungan seks di usia muda.
3.Tidak melakukan pernikahan di usia muda
4.Berpacaran yang sehat, dengan teman sebaya dan mencoba menjauhi segala kegiatan yang berorientasi seksual adalah jalan yang paling aman.

Kembali ke masalah Ulfa dan Syekh Puji, demi masa depan anak-anak Indonesia, Saya berharap, semoga Syekh Puji mau membebaskan Ulfa dari segenap tuntutan dan siksaan. Biarkan Ulfa menjadi anak-anak kembali, biarkan ia menikmati masa anak-anak dan masa remaja yang seharusnya menjadi hak asasinya sendiri. Demi kemanusiaan…

Saya memohon…..



Sony Set
Ketua dan Founder “Jangan Bugil di Depan Kamera!”
Penulis Buku “500+ Gelombang Video Porno Indonesia – Jangan Bugil di Depan Kamera!”
Penulis Buku “Teen Dating Violence”
http://tvLab.bLogspot.com

Comments

Anonymous said…
Setuju, tapi menurut saya, kalau dikembalikan ke keluarga malah bikin syekh Puji seneng. Lha wong udah 'dipake', nanti dia gampang aja cari istri baru. Kecuali kalo nasib Ulfa dijamin (baca: secara material).
Btw, nice blog, bikin orang bisa ngliat dari perspektif lain :)
Anonymous said…
tulisannya bagus... enak dibaca dan membuka wawasan. selamat ya!
DANDO said…
Sekalipun setelah dikembalikan ke orang tuanya, hidup Ulfa selamanya tidak akan menjadi lebih baik. Sudah hancur meskipun Ulfa sendiri belum menyadarinya...
Anonymous said…
Menurutku, tunggu ajalah setidaknya lima tahun lagi. Usia 12 tahun. Dinikahi. Aduh, aduh.

Oh ya, Mas Sony. Mau minta tolong. URL di blogroll-nya diubah dong. Warung Fiksi sekarang ada di WarungFiksi.net.

Thx before.