Detikcom : Kampanye Jangan Bugil di depan Detik!



Terima kasih untuk Rekan Detik.com yang sudah membantu mengkampanyekan gerakan "Jangan Bugil di depan Kamera!". Terimakasih...terimakasih...


sony set


Cuplikan Tulisan dari Detik Com - Detik Portal

Jangan Bugil Di Depan Kamera! (2)Dihargai Rp 100 Ribu Per MenitDeden Gunawan - Tim Laporan Khusus
Jakarta, Kelompok hunter alias para pemburu gadis, kini marak terbentuk di sekolah-sekolah atau kampus-kampus. Mereka umumnya beranggotakan pria tampan dan menarik ngetrennya disebut good looking. Dan tentu saja kebanyakan mereka berasal dari kalangan berada.

Sebutan pemburu disematkan lantaran mereka punya kesukaan berburu gadis-gadis cantik teman sekolah atau kampus mereka. Sialnya, mereka bukan bermaksud untuk memacari gadis yang diincar, melainkan hanya sekadar ajang uji "kemampuan" di antara anggota kelompok tersebut.
Setiap ada gadis yang cantik atau menarik menurut mereka, arena pertaruhan langsung dibuka. Siapa yang berhasil mendapatkan gadis yang sudah ditetapkan, akan diberikan hadiah berupa uang yang telah dikumpulkan. Jumlah bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Sebagai bukti telah mendapatkan gadis yang diperebutkan tadi, salah satu anggota yang berhasil wajib menunjukan buktinya. Yakni berupa rekaman adegan intim dengan gadis tersebut. Lamanya durasi tidak dipersoalkan. Yang peting gambar serta adegannya jelas. Kalau tidak direkam dengan video, sekadar jepretan foto pun tidak mengapa.

Alhasil, aksi pamer sejumlah siswa dan mahasiswa tersebut menjadi salah satu penyumbang terciptanya video porno versi Indonesia. Pasalnya, video yang terekam kemudian diedarkan dengan didownload ke sejumlah milis dan telepon selular.

"Para siswa dan mahasiswa pemeran adegan yang kami temui umumnya merasa bangga. Tidak ada rasa malu ataupun penyelesaian. Mereka tampaknya enjoy aja," jelas Sony Adi Setyawan, peneliti video porno kepada detikportal.

Lain halnya dengan pemeran perempuannya. Mereka sangat tertekan dan malu. Para gadis ini tidak menyadari kalau dirinya hanya dijadikan obyek untuk ajang pamer yang kemudian disebarluaskan kepada khalayak ramai. Dari penelitian yang dilakukan Sony dan rekan-rekannya, aksi kelompok hunter banyak terjadi di sekolah ataupun kampus yang ada di Jakarta, Jogjakarta, Semarang dan Surabaya.

Namun yang terparah, imbuh Sony, kelakuan para siswa atau mahasiswa yang ada di Surabaya. Soalnya, mereka tidak sekadar merekam adegan mesum tersebut untuk sebagai bukti semata. Mereka juga menyebarkan adegan tersebut ke sejumlah milis ataupun telepon genggam dengan mematok tarif tertentu.
Bagi yang ingin mendownload tayangan tersebut biasanya dikenakan biaya Rp 100 ribu per menit. Bila lima menit harga yang dipatok Rp 500 ribu. Bisa dibayangkan berapa keuntungan yang bisa diraih jika durasinya lebih dari lima menit.

Perilaku para siswa dan mahasiswa tersebut memang sangat mengkhawatirkan. Selain bisa merusak moral bangsa juga membuat tertekan para perempuan atau gadis yang terekam dalam adegan mesum tersebut.
Meskipun dalam kasus yang berbeda, ada juga perempuan atau gadis yang sengaja berbugil ria di hadapan kamera. Gadis seperti ini punya sifat eksibisionis. Seorang eksibisionis akan merasakan kebanggaan bila memamerkan tubuh telanjangnya.

Sony mengaku dari puluhan responden yang ditemui ada beberapa gadis yang punya tipe seperti ini. Ketika ditanyakan apakah tidak risih difoto seperti itu, mereka menjawab "tidak". Bahkan dengan bangga mereka memamerkan foto-foto telanjang mereka kepada Sony dan beberapa rekannya dalam sesi wawancara.
"Saya saja merasa risih melihatnya. Tapi herannya mereka kok cuek saja memamerkan foto-foto bugil mereka," begitu kata Sony. (den)

Untuk lebih lengkapnya silahkan klik Wawancara detail dengan Detik.com

Comments